Ekonomi Makro,
apa itu ?
Ekonomi Makro
atau biasa disebut Makroekonomi merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang ruang
lingkupnya luas (makro) meliputi mekanisme kerja perekonomian secara
keseluruhan pada tingkat negara, misalnya inflasi, penganguran, neraca
pembayaran yang timpang, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan peningkatan
kapasitas produksi. Hal ini sangat berbeda dengan Mikroekonomi yang
cakupannya hanya sekitar produksi dan konsumsi barang/jasa yang masalah
utamanya sekitar pertanyaan : apakah jenis barang/jasa yang akan diproduksi,
bagaimanakah cara memroduksi barang/jasa tersebut, dan untuk siapakah barang
atau jasa itu.
Asal Mula
Makroekonomi
Beberapa
masalah yang tidak dibahas dalam mikroekonomi namun dijumpai dalam kehidupan
masyarakat menjadi titik pangkal munculnya analisis-analisis makroekonomi,
misalnya : Mengapa setiap negara menghadapi masalah pengangguran ?
Mengapa kenaikan harga diikuti kenaikan pengangguran yang serius ?
Mengapa berbagai perekonomian tidak mengalami pertumbuhan yang sama cepatnya
? Mengapa kegiatan perekonomian tidak mengalami perkembangan yang stabil
? dst.
Sebelum tahun
1930-an, terutama pada masa Adam Smith (1776) hingga Keynes (1936), para ahli
ekonomi sama sekali tidak menyingung masalah-masalah di atas, karena mereka
berkeyakinan bahwa sistem pasar bebas akan mewujudkan tingkat kegiatan ekonomi
yang efisien dalam jangka panjang.
Namun,
keyakinan para ahli ekonomi klasik (sebelum tahun 1930-an) ternyata
keliru. Sistem pasar bebas ternyata tidak menjamin terwujudnya tingkat kegiatan
ekonomi yang efisien dalam waktu panjang. Kesadaran akan kelemahan sistem
pasar bebas tersebut berawal dari peristiwa kemunduran ekonomi global di tahun
1929—1932 yang bermula dari Amerika Serikat (peristiwa the Great
Depression). Pada puncak kemerosotan ekonomi
itu, 25% dari tenaga kerja di Amerika Serikat mengangur dan pendapatan
nasional negara (AS) merosot sangat tajam. The Great Depression 1929—1932
merebak ke seluruh dunia, baik ke negara-negara industry maupun ke
negara-negara miskin. Tokoh ekonomi yang pertama yang membahas masalah
kelemahan sistem pasar bebas adalah John Maynard Keynes, yang ditulis
dalam buku berjudul “General Theory of Employment, Interest and Money” (terbit
1936). Teori dalam buku Keynes tersebut akhirnya menjadi landasan teori
makroekonomi modern. Salah satu pendapat penting Keynes :
bahwa belanja masyarakat (pengeluaran agregat) adalah factor utama yang
menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai suatu negara, bahwa diperlukan
kebijakan dan usaha pemerintah untuk menciptakan tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi yang teguh. ()
Masalah-masalah Ekonomi Makro
Masalah-masalah
yang dibahas dalam ekonomi makro adalah inflasi, penganguran, neraca pembayaran
yang timpang, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan peningkatan kapasitas
produksi.
a. Inflasi
Inflasi adalah
naiknya harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh tidak sinkronnya
antara program pengadaan komoditi dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh
masyarakat.
Contoh kondisi
yang dapat memicu inflasi diantaranya kondisi permintaan tinggi namun jumlah
barang terbatas yang menyebabkan harga barang naik sehingga tidak bisa dibeli
oleh masyarakat yang pendapatannya lebih rendah, kelangkaan bahan baku
atau kenaikan harga salah satu faktor produksi (kenaikan harga BBM, kenaikan
harga suku cadang mesin, dan sebagainya) yang berimbas pada kenaikan
harga produk yang tidak dibarengi dengan naiknya tingkat pendapatan
masyarakat.
Jika inflasi
tidak segera diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat, maka Inflasi
dianggap sebagai kondisi dimana proses pemiskinan sedang terjadi. Di Indonesia,
tingkat inflasi moderat (aman) berkisar 5-10%, lebih dari 10% dikatakan inflasi
tinggi yang berdampak serius.
b b. Penganguran
Penganggur
adalah kelompok angkatan kerja (usia produktif), yang berkeinginan memperoleh
pekerjaan namun belum memperolehnya. Ibu Rumah Tangga (IRT) yang tidak
berkeinginan memperoleh pekerjaan karena kesibukan mengurus keluarga tidak
termasuk sebagai penganggur. Tidak ada satu negarapun yang tidak ada
penganggurannya.
Pengangguran
terjadi karena adanya kesenjangan antara penyediaan lapangan kerja dengan
jumlah tenaga kerja yang mencari pekerjaan. Penganggur juga dapat
tercipta dari kegiatan mencari pekerjaan lain yang lebih baik, penggunaan mesin
modern yang mengurangi tenaga kerja, dan ketidaksesuaian keahlian yang dimiliki
dengan keahlian yang dibutuhkan. Penganguran bisa saja terjadi
meski jumlah kesempatan kerja tinggi, hal ini disebabkan adanya kesenjangan
informasi dan keahlian yang diinginkan.
c. c. Neraca
pembayaran yang timpang
Neraca
pembayaran adalah suatu ringkasan pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran
dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya. Pembayaran-pembayaran tersebut
meliputi penerimaan dari eksport dan pembayaran untuk import, aliran masuk
penanaman modal asing dan pembayaran penanaman modal ke luar negeri, dan aliran
keluar/masuk modal jangka pendek (misal deposit uang ke luar negeri).
Neraca
pembayaran dapat saja timpang. Ketimpangan tersebut disebabkan adanya
kesenjangan antara jumlah perolehan dari ekspor dengan pembayaran untuk import.
Defisit sebagai akibat import yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan
kegiatan ekonomi dalam negeri.
Ekspor akan memperluas
pasar dan barang buatan dalam negeri dan memungkinkan perusahaan-perusahaan
dalam negeri mengembangkan kegiatannya. Kegiatan import juga
dapat memberi sumbangan pada pertumbuhan ekonomi. Industri dapat
mengimpor mesin-mesin dan bahan mentah yang diperlukan. Namun impor yang
berlebihan dapat mengurangi kegiatan ekonomi di dalam negeri.
Neraca pembayaran harus diupayakan seimbang antara ekspor dan
import.
d. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Teori Malthus
menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk mengikuti deret ukur sementara
pertambahan pangan mengikuti deret hitung. Pertambahan penduduk selalu
lebih cepat daripada pertambahan pangan, maka tanpa dukungan teknologi yang
memadai, kelak akan terjadi masalah besar yang mempengaruhi perekonomian secara
keseluruhan.
Namun
pertambahan penduduk yang besar bila diikuti oleh tingkat produktivitas yang
tinggi akan menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi.
e. e. Peningkatan kapasitas produksi
Peningkatan
produksi berhubungan dengan tingkat investasi. Investasi berhubungan
dengan tabungan masyarakat. Tabungan masyarakat berhubungan dengan
tingkat pendapatan dan konsumsi. Dengan demikian, peningkatan produksi
dipengaruhi secara tidak langsung oleh tingkat tabungan masyarakat dan
konsumsinya. Namun kadang terjadi paradox hemat, dimana tingkat tabungan yang tinggi dan kapasitas produksi tinggi tidak
diiringi konsumsi yang tinggi pula. Paradoks hemat di dalam negeri dapat
diatasi dengan membuka pasar baru di luar negeri. ()
Perhitungan Pendapatan Nasional :
Siklus Aliran Pendapatan dan Interaksi
Antar Pasar
Salah satu
indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai
output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode
tertentu. Istilah output nasional lebih dikenal sebagai pendapatan
nasional (Produk Domestik Bruto atau PDB). Hal yang perlu dicermati dalam
pembahasan tentang pendapatan nasional ini (PDB) adalah
- Yang dihitung dalam PDB adalah barang dan
jasa yang digunakan pemakai terakhir (untuk konsumsi);
- PDB dihitung berdasar tingkat harga yang
berlaku pada periode yang bersangkutan;
- Perhitungan PDB tidak mempertimbangkan
asal factor produksi.
Ada 2 langkah
yang harus dilakukan sebelum mampu menghitung PBD, (1) memahami siklus
aliran pendapatan dan pengeluaran dalam konteks makro; (2) mengetahui bagaimana
para pelaku ekonomi berinteraksi (lewat pasar-pasar apa saja mereka
berinteraksi).
Keterangan
gambar :
Sektor rumah
tangga. Sektor rumah tangga memiliki
factor-faktor produksi berupa tenaga kerja, barang modal (misal tanah), uang,
dan kesediaan untuk menanggung resiko yang dihadapi perusahaan dengan membeli
saham. Untuk factor produksi yang diberikan tersebut, sector perusahaan
memberikan gaji untuk kesediaan bekerja, pendapatan bunga untuk kesediaan
meminjamkan uang, pendapatan sewa untuk kesediaan memberikan barang modal, dan
pembagian keuntungan (dividen) untuk kesediaan menanggung resiko. Garis 1
merupakan aliran pendapatan bagi sector rumah tangga yang berasal dari sector
perusahaan. Sedangkan pendapatan dari sector pemerintah berupa gaji jika
bekerja untuk pemerintah, pendapatan bunga jika meminjamkan uang kepada
pemerintah dengan membeli obligasi pemerintah, dan tunjangan social bagi
masyarakat kurang mampu (garis 2). Bagi masyarakat mampu, pemerintah
menarik pajak (garis 3). Pendapatan (garis 1 + garis 2) dikurang pajak
(garis 3) merupakan pendapatan yang dapat dibelanjakan untuk konsumsi barang
dan jasa yang diproduksi sector perusahaan (garis 4) maupun yang diimpor
dari luar negeri (garis 8).
Sektor
perusahaan. Aliran pengeluaran sector rumah
tangga (garis 4) merupakan aliran pendapatan sector perusahaan. Selain
dari sector rumah tangga, sector perusahan mendapat pendapatan dari sector
pemerintah (garis 5) yang merupakan konsumsi pemerintah, dan dari permintaan
sector luar negeri yang merupakan ekspor sector perusahaan (garis 7).
Selain melakukan pembayaran untuk sector rumah tangga (garis 1), perusahaan
juga membayar pajak kepada pemerintah (garis 6).
Sektor
pemerintah. Pemerintah melakukan pengeluaran
berupa pembelian barang dan jasa dari sector perusahaan (garis 5) dan
pengeluaran-pengeluaran untuk sector rumah tangga (garis 2). Pemerintah
harus menarik pajak dari sector rumah tangga (garis 3) dan sector perusahaan
(garis 6).
Sektor luar
negeri. Perekonomian dikatakan tertutup jika tidak melakukan interaksi
dengan sector luar negeri. Interaksi dengan sector luar negeri tersebut
disederhanakan dengan mekanisme ekspor (garis 7) dan import (garis 8).
Ekspor merupakan aliran pendapatan dari sector luar negeri ke perekonomian
domestic. Sedangkan import merupkan aliran pengeluaran dari perekonomian
domestic ke sector luar negeri.
Setelah
memahami siklus aliran pengeluaran dan pendapatan dalam konteks makro, maka
selanjutnya perlu memahami bagaimana para pelaku ekonomi berinteraksi (melalui
pasar-pasar apa saja) .
Tiga pasar
utama dalam konteks makro adalah
1 a. Pasar barang dan jasa;
2 b Pasar tenaga kerja;
3 c. Pasar uang dan pasar modal.
Pasar barang
dan jasa, serta pasar tenaga kerja sudah umum diketahui. Namun untuk
pasar uang dan pasar modal masih banyak yang belum bisa membedakan.
Pasar uang dan
pasar modal adalah interaksi antara permintaan uang dengan penawaran
uang. Adapun yang diperjual belikan bukanlah fisik uang, melainkan hak
penggunaan uang (misalnya dalam bentuk deposito berjangka). Sebagai balas
jasa atas kesediaan menunda penggunaan (hak) uangnya, individu mendapatkan
bunga deposito. Permintaan akan uang berasal dari pihak-pihak yang
membutuhkan uang untuk berbagai alasan.
Jika hak
penggunaan uang yang diperjual belikan adalah setahun atau kurang dari setahun,
maka pasar tersebut termasuk dalam kategori pasar uang. Namun jika
hak penggunaan uang yang diperjualbelikan lebih dari setahun, maka pasar
tersebut masuk dalam kategori pasar modal. ()
Perhitungan Pendapatan Nasional :
Metode-metode Penghitungan Pendapatan
Nasional
Pendapatan
Nasional yang di Indonesia biasa diistilahkan dengan PDB (Produk Domestik
Bruto), memiliki setidaknya 3 cara/metode penghitungan. Masing-masing
metode penghitungan melihat pendapatan nasional dari sudut pandang yang
berbeda, tapi hasilnya saling melengkapi. Tiga metode penghitungan
tersebut adalah
(1) Metode Output/Produksi
( (2) Metode Pendapatan
( (3) Metode Pengeluaran
Metode Output
(Pendapatan Nasional diistilahkan sebagai PDB)
Metode output
membagi perekonomian menjadi beberapa sector produksi (lihat table di
bawah). Menurut metode output, PDB adalah total output/produksi yang
dihasilkan oleh suatu perekonomian. Output atau produksi ini sering juga
diistilahkan dengan nilai tambah. Dengan demikian, bisa dikatakan,
PDB = jumlah total dari nilai tambah masing-masing sector produksi.
Tabel contoh
sederhana penghitungan PDB :
Sektor Produksi
|
Nilai Input
|
Nilai Output
|
Nilai Tambah
|
PDB
|
Pertanian kapas
Pabrik benang
Pabrik tekstil
Industri garmen
Perdagangan pakaian
|
0
300
400
600
800
|
300
400
600
800
1.000
|
300
100
200
200
200
|
1.000
|
PDB =
300+100+200+200+200 = 1.000
Tabel contoh PDB Indonesia tahun 1996
(dalam milliard rupiah) yang bersumber dari laporan Bank Dunia :
Pertanian, peternakan, kehutanan,
dan perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas, dan air bersih
Bangunan
Perdagangan, hotel, dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
|
86.212
43.893
133.088
6.561
42.279
88.451
35.554
38.769
54.149
|
PDB (Produk Domestik Bruto)
|
528.956
|
Metode
Pendapatan (Pendapatan Nasional diistilahkan sebagai PN)
Metode
pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa
atas factor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Total balas
jasa atas seluruh factor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).
PN = upah atau
gaji + pendapatan bunga investasi + pendapatan sewa + keuntungan
Balas jasa
untuk tenaga kerja adalah gaji atau upah, balas jasa untuk barang modal adalah
pendapatan sewa, balas jasa untuk pemilik uang/asset finansial
adalah pendapatan bunga, sedangkan balas jasa untuk pengusaha adalah
keuntungan.
Di Indonesia,
perhitungan Pendapatan Nasional jarang dipublikasikan. Oleh karena itu
contoh metode ini diambil dari perekonomian Amerika Serikat.
Tabel contoh Pendapatan Nasional Amerika
Serikat tahun 1994 (dalam US$ Milliar) :
Pendapatan upah/gaji
Pendapatan non gaji
Keuntungan perusahaan
Pendapatan bunga netto
Pendapatan sewa
|
4.004,6
473,7
542,7
409,7
27,7
|
Pendapatan Nasional
|
5.458,4
|
Metode
Pengeluaran (Pendapatan Nasional diistilahkan dengan PDB)
Menurut metode
pengeluaran, PDB merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama
periode tertentu. Pengeluaran tersebut mencakup :
- Konsumsi rumah tangga;
- Konsumsi pemerintah;
- Pengeluaran investasi;
- Ekspor neto.
Pengeluaran
sector rumah tangga berupa konsumsi akhir, baik barang maupun jasa.
Konsumsi pemerintah berupa pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan
untuk membeli barang dan jasa akhir. Pengeluaran pemerintah berupa
tunjangan social tidak termasuk dalam perhitungan konsumsi
pemerintah. PMTDB (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto)
merupakan pengeluaran sector dunia usaha. Termasuk dalam PMTDB adalah
perubahan stok untuk barang jadi maupun barang setengah jadi. Ekspor
netto adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor.
Penghitungan
PDB menurut metode pengeluaran sebagai berikut :
PDB = konsumsi
rumah tangga + konsumsi pemerintah + PMTDB + Ekspor - Import
Tabel contoh
Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 1996 (dalam milliard rupiah) :
Konsumsi rumah tangga
Konsumsi pemerintah
PMTDB
Ekspor barang dan jasa
Import barang dan jasa
|
308.469
40.695
172.777
138.675
- 131.660
|
Total PDB
|
528.956
|
Perhitungan Pendapatan Nasional :
PDB Harga Berlaku dan Harga Konstan
Nilai PDB
(Produk Domestik Bruto) merupakan hasil perkalian antara harga barang yang
diproduksi dan jumlahnya. Nilai PDB yang lebih besar tidak berarti
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, dan tidak berarti pula output (barang dan
jasa) yang dihasilkan lebih banyak. Hal demikian disebabkan oleh
perbedaan harga akibat dari inflasi. Contoh kasus bahwa besar PDB tidak
bisa dijadikan patokan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara
diilustrasikan dalam table di bawah ini :
TAHUN
|
PDB (RUPIAH)
|
HARGA BARANG/JASA (RUPIAH)
|
JUMLAH
|
2000
|
100.000
|
100
|
1.000
|
2001
|
110.000
|
110
|
Dari table di
atas nampak bahwa PDB tahun 2001 lebih tinggi dari PDB tahun 2000, namun
ternyata output (jumlah barang atau jasa yang dihasilkan) tidak ada
penambahan. Perbedaan PDB ini akibat dari perbedaan harga, dimana telah
terjadi inflasi. Meski PDB tahun 2001 lebih tinggi daripada PDB tahun
2000, namun karena tidak ada peningkatan output, maka dapat dikatakan antara
tahun 2000-2001 tidak terjadi pertumbuhan ekonomi (stagnan).
Perhitungan PDB
pada table di atas menggunakan harga berlaku pada tahun bersangkutan, yakni
100.000 pada tahun 2000 dan berubah menjadi 110.000 pada tahun 2001 untuk jenis
barang/jasa yang sama. Jelas sekali bahwa penghitungan PDB dengan
menggunakan harga berlaku tidak memberikan gambaran yang jelas untuk menilai
pertumbuhan ekonomi suatu negara. PDB yang menggunakan harga berlaku
disebut PDB nominal, bukan PDB riil.
Kelemahan
penghitungan PDB menggunakan harga berlaku (PDB nominal) dapat diatasi dengan
penghitungan berdasar harga konstan, sehingga dapat dihitung PDB riil.
Harga konstan merupakan harga barang/jasa yang berlaku pada tahun dimana
perekonomian dinilai baik dan dijadikan harga untuk barang/jasa dalam
perhitungan PDB untuk tahun-tahun yang lain.
Jika
perekonomian tahun 2000 diasumsikan baik, dan harga barang/jasa pada tahun 2000
dijadikan patokan harga (harga konstan), maka PDB riil untuk tahun 2001 dapat
dihitung dengan cara :
PDB riil 2001
= 110.000 : (110 : 100)
= 110.000 : (110 : 100)
= 110.000 : 1,1
= 100.000
(jelaslah bahwa PDB riil 2001 memang sama dengan PDB tahun 2000). Note : angka 110 : 100 disebut juga sebagai angka deflator, umumnya ditulis dalam bentuk prosentase (%).
(jelaslah bahwa PDB riil 2001 memang sama dengan PDB tahun 2000). Note : angka 110 : 100 disebut juga sebagai angka deflator, umumnya ditulis dalam bentuk prosentase (%).
Dari data di
atas, bisa juga dihitung tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonominya
dengan cara :
Inflasi 2001
= (110 : 100) – 1
= (110 : 100) – 1
= 1,1 – 1
= 0,1
atau 10%
Pertumbuhan
ekonomi 2001
= (PDB riil 2001 – PDB riil 2000) : PDB riil 2000
= (PDB riil 2001 – PDB riil 2000) : PDB riil 2000
= (100.000 –
100.000) : 100.000
= 0 (tidak ada
pertumbuhan ekonomi)
PDB PER
KAPITA. Perhitungan PDB riil akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat
kemakmuran suatu negara dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk.
PDB riil per jumlah penduduk disebut PDB perkapita.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa menjadikan PDB per kapita dalam menyusun kategori tingkat
kemakmuran suatu negara. Berdasar standar PBB tahun 1992, sebuah negara
dikatakan miskin bila PDB per kapita lebih kecil dari US$ 450 dan dikatakan
kaya jika PDB per kapita lebih dari US$ 8.000.
Kelemahan
penghitungan PDB per kapita adalah jika distribusi pendapatan warga negara
tidak merata atau timpang, seperti yang terjadi di Amerika tahun 1996 dimana
PDB per kapita sangat tinggi namun ternyata sekitar 46% asset finansial
dikuasai hanya oleh sekitar 1% penduduk. ()
Teori Konsumsi
Pengeluaran
konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga.
Teori konsumsi yang akan dibahas dalam tulisan ini hanyalah konsumsi rumah
tangga. Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan porsi terbesar
pengeluaran agregat, bisa mencapai 60-70% dari total pengeluaran.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga diantaranya :
1. Pendapatan rumah tangga;
2. Kekayaan rumah tangga;
3. Tingkat bunga;
4. Perkiraan tentang masa depan;
5. Jumlah penduduk;
6. Komposisi penduduk (usia produksi, tingkat pendidikan, jumlah penduduk
urban);
7. Sosial budaya
Dari sekian banyak teori konsumsi,
salah satunya adalah teori konsumsi Keynes, yaitu :
a. Konsumsi (C) = Konsumsi otonomus (Co) + ∆C/∆Y.Pendapatan disposable (Yd)
b. Yd = C + Tabungan (S)
c. Perubahan komsumsi selalu lebih rendah atau sama dengan perubahan pendapatan disposabel, atau ∆C ≤ ∆Yd
d. 0 ≤ ∆C/∆Yd ≤ 1
Note : Pendapatan disposable = pendapatan setelah dikurangi pajak
a. Konsumsi (C) = Konsumsi otonomus (Co) + ∆C/∆Y.Pendapatan disposable (Yd)
b. Yd = C + Tabungan (S)
c. Perubahan komsumsi selalu lebih rendah atau sama dengan perubahan pendapatan disposabel, atau ∆C ≤ ∆Yd
d. 0 ≤ ∆C/∆Yd ≤ 1
Note : Pendapatan disposable = pendapatan setelah dikurangi pajak
Agar lebih
jelas memahami teori konsumsi Keynes, perhatikan table di bawah ini :
Pendapatan Disposabel
= Yd
|
Konsumsi
= C
|
Perubahan Yd
= ∆Yd
|
Perubahan C
= ∆C
|
∆C/∆Yd
|
C/Yd
|
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
|
200
1.000
1.800
2.600
3.400
4.200
|
-
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
|
-
800
800
800
800
800
|
-
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
|
-
1,00
0,90
0,87
0,85
0,84
|
Dari
table di atas terlihat bahwa pertambahan konsumsi tidak sebesar pertambahan
disposibel. Dengan demikian angka ∆C/∆Yd tidak pernah lebih besar dari
1. ∆C/∆Yd disebut juga MPC (Marginal Propensity to Consume = kecenderungan
mengonsumsi marginal), yaitu besarnya penambahan konsumsi tiap 1 unit kenaikan
pendapatan.
Jika negara
makin makmur dan adil, porsi penambahan pendapatan yang digunakan untuk
konsumsi makin berkurang, karena meningkatnya kemampuan untuk menabung. Hal ini
terlihat pula pada angka-angka C/Yd (perbandingan konsumsi dan pendapatan
disposable). C/Yd disebut juga APC (Average Propensity to
Consume = kecenderungan mengkonsumsi rata-rata). ()
Teori Investasi
Investasi dapat diartikan bermacam-macam,
misalnya : Keputusan menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan
demi meningkatkan kemampuan menambah /menciptakan nilai hidup (penghasilan dan
atau kekayaan) di masa mendatang, atau Segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
menciptakan/menambah nilai kegunaan hidup.
- Pengeluaran-pengeluaran yang
meningkatkan Stok barang modal. Yang dimaksud stok barang modal adalah jumlah barang modal dalam suatu
perekonomian pada satu masa tertentu. Untuk mempermudah penghitungan,
stok barang modal biasanya dinilai dengan uang, yaitu jumlah barang modal
dikalikan harga perolehan per unit barang modal.
Dalam ekonomi
makro, yang dibahas adalah investasi fisik, misalnya dalam bentuk barang modal
(pabrik dan peralatan), bangunan, dan persediaan barang. Investasi barang modal
dan bangunanmencakup pengeluaran untuk pembelian
pabrik, mesin, alat produksi, dan bangunan baru.
Agar tidak
rancu dalam penghitungan PDB, yang dimasukkan dalam penghitungan investasi
adalah barang modal, bangunan/konstruksi, persediaan barang, dll yang masih
baru. Jika seorang pengusaha membeli pabrik dan bangunan yang pernah dipakai oang
lain, kegiatan tersebut tidak dapat dihitung sebagai investasi.
Nilai Waktu
dari Uang
Pertimbangan
pokok dari keputusan investasi adalah berapa nilai sekarang dari uang yang akan
kita peroleh di masa mendatang. Misalnya sebuah rencana investasi sebesar
Rp. 100 juta yang berdasar proposal dalam lima tahun mendatang akan berkembang
menjadi Rp. 161 juta. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah nilai Rp. 161
juta lima tahun mendatang lebih besar dari Rp. 100 juta saat ini ? jika
ya, proposal itu layak diterima. Jika tidak, maka proposal itu
harus ditolak !
Untuk menjawab
pertanyaan di atas, perlu datafactor diskonto, yaitu bunga yang harus
kita kembalikan (jika dana yang akan kita investasikan merupakan
pinjaman). Seandainya bunga pinjaman adalah 15% per tahun, maka
perhitungannya sebagai berikut :
Nilai Rp 161
juta lima tahun mendatang
= 161 juta : (1 + 15%)5
= 161 juta : (1 + 15%)5
= 161 juta :
2,01
= 80,1 juta
(menyusut, tidak menguntungkan).
Perhitungan di
atas belum memasukkan variabel inflasi dimana nilai uang berkurang. ()
Teori Investasi :
Kriteria Investasi
Beberapa hal
dalam proposal investasi yang dihitung oleh pembuat rencana anggaran proyek dan
dipertimbangkan oleh investor adalah.
1 a. Benefit – Cost Ratio (B/C).
Benefit (B) =
pendapatan, Cost (C) = biaya. B/C adalah indeks yang merupakan
perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika besar pendapatan sama
dengan biaya (impas), maka B = C atau B/C = 1. Jika pendapatan lebih
kecil dari biaya yang dikeluarkan, maka B < C atau B/C < 1. Dalam
investasi, yang dicari adalah pendapatan melebihi biaya atau B/C > 1.
2 b. Payback Period (PP). PP
adalah waktu yang dibutuhkan agar investasi yang direncanakan dapat
dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas.
Umumnya investasi akan dinilai baik jika PP-nya secepat mungkin. Namun
ada beberapa macam investasi yang sangat menguntungkan namun membutuhkan waktu
yang relative lama, misalnya investasi perkebunan tanaman keras dan kehutanan.
3 c. Net Present Value (NPV). NPV = selisih
antara pendapatan dan biaya, dimana besar pendapatan dan besar biaya telah
dikonversikan sesuai dengan kaidah nilai waktu dari uang, yaitu mengkonversikan
nilai uang yang akan dikeluarkan atau yang akan diperoleh di masa yang akan
datang menjadi senilai dengan saat ini.
4 d. Internal Rate of Return (IRR). IRR adalah nilai tingkat pengembalian
investasi dihitung pada saat NPV = 0, atau pendapatan (konversi) = biaya
(konversi).
Tidak seperti
halnya NPV dan IRR, perhitungan B/C dan PP berpotensi menghasilkan gambaran
yang keliru karena seringkali tidak dikonversikan ke masa kini
sesuai kaidah ‘nilai waktu dari uang’ (factor diskonto). Tanpa
memperhitungkan nilai waktu dari uang, analisis B/C dan PP di atas tidak akan
berarti apa-apa.
P.T. Bataragema
Group ditawarkan sebuah proposal investasi berupa proyek pembangunan pabrik
pengolahan limbah tapioca di Lampung. Usia proyek direncanakan 7
tahun. Investasi dibutuhkan Rp. 1 Milyar. Persiapan pembangunan
pabrik 1 tahun. Selama proses persiapan tidak dikeluarkan biaya
operasional. Pabrik mulai beroperasi pada tahun pertama dan langsung
berproduksi dengan kapasitas penuh. Biaya-biaya maupun penerimaan hasil
penjualan selama 7 tahun mendatang dianggap tetap. Biaya operasional per
tahun Rp. 200 juta. Penerimaan per tahun Rp. 400 juta. Pada saat
proyek ditutup 7 tahun kemudian, nilai sisa dari barang-barang modal adalah
nol. Jika dana untuk proyek berasal dari pinjaman dengan bunga 15% per
tahun, apakah proposal tersebut bisa diterima ?
Jawaban
berdasar analisis biasa, tidak mempertimbangkan ‘nilai waktu dari uang’
sebagai berikut :
Tabel 1.
Rincian Perhitungan Tanpa Memperhitungkan Faktor Diskonto
Tahun ke-
|
Kas Keluar*
(C)
|
Kas Masuk*
(B)
|
Arus Kas
Bersih*
B - C
|
Akumulasi
Arus Kas Bersih*
|
0
1
2
3
4
5
6
7
|
1.000
200
200
200
200
200
200
200
|
0
400
400
400
400
400
400
400
|
-1.000
200
200
200
200
200
200
200
|
-1.000
-800
-600
-400
-200
0
200
400
|
Total
|
2.400
|
2.800
|
400
|
Dalam juta rupiah
a. B/C = 2.800/2.400 = 1,17 (lebih dari 1, maka diterima)
b. PP = 5 tahun (kurang dari 7 tahun, maka diterima)
Berdasar
analisis B/C dan PP, proposal layak diterima.
Berikut ini Jawaban berdasar analisis yang memperhitungkan factor diskonto (nilai waktu dari uang) :
Berikut ini Jawaban berdasar analisis yang memperhitungkan factor diskonto (nilai waktu dari uang) :
Dari table di
atas, kemudian dibuat table seperti di bawah ini :
Tabel 2.
Rincian Perhitungan dengan Memasukkan Faktor Diskonto
Tahun ke-
|
Faktor Diskonto 15%
|
Kas Keluar (C)
|
Kas Masuk (B)
|
Arus Kas Bersih
(B – C)
|
Akumulasi Arus Kas Bersih
|
0
1
2
3
4
5
6
7
|
1,00
0,87
0,76
0,66
0,57
0,50
0,43
0,38
|
1.000
174
152
132
114
100
86
76
|
0
348
304
264
228
200
172
15
|
-
1.000
174
152
132
114
100
86
276
|
-
1.000
-
826
-
674
-
542
-
428
-
328
-
242
-
166
|
Total
|
1.834
|
1.668
|
-
116
|
Keterangan : Nilai-nilai
yang tertera pada kolom Kas Keluar (C) merupakan hasil perkalian factor
diskonto dengan angka-angka Kas Keluar pada table 1, demikian pula angka-angka
pada kolom Kas Masuk. Yang perlu dipahami adalah angka-angka factor
diskonto (1,00; 0,87; 0,76; … sdt).
Keterangan
Angka Faktor Diskonto :
Pada tahun ke-0
nilai Rp. 1 belum mengalami perubahan.
Pada tahun ke-1
nilai Rp. 1 senilai dengan Rp. 0,87
Angka 0,87 berasal dari ____1____
(1 + 0,15)1
Pada tahun ke-2
nilai Rp. 1 senilai dengan Rp. 0,76
Angka 0,76 berasal dari ____1____
(1
+ 0,15)2
Pada tahun ke-3
nilai Rp. 1 senilai dengan Rp. 0,66
Angka 0,66 berasal dari ____1____
(1 + 0,15)3
… Dst.
a. B/C = 1668/1834 = 0,91 (kurang dari 1, maka ditolak)
b. PP = setelah 7 tahun modal belum kembali, maka ditolak
c. NPV = 1.668 – 1.834 = - 166 (minus, maka
ditolak)
Kesimpulan :
Analisis dengan
memasukkan factor diskonto (nilai waktu dari uang) lebih akurat dan logis
sebagai cara analitik dalam mengambil keputusan terima atau tidaknya proposal
investasi. ()
Interaksi dengan Dunia Internasional :
Teori Perdagangan Internasional
Cakupan
kerjasama ekonomi internasional luas sekali. Ada yang langsung
memberikan manfaat, ada juga yang baru memberikan manfaat dalam jangka
panjang. Kerjasama ekonomi yang langsung memberikan
manfaat terutama adalah perdagangan internasional. Sebab negara-negara
yang melakukan akan segera mengalami peningkatan penggunaan
barang/jasa maupun factor-faktor produksi. Sedangkan contoh
kerjasama ekonomi yang memberikan manfaat dalam jangka panjang adalah penanaman
modal.
Pada era
1980-1995, perdagangan inernasional merupakan 37% output dunia. Artinya,
pada era tersebut, sekitar 4 dari 10 output dunia akan dipertukarkan.
Pada 1980-1995 itu pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,4% per tahun, tetapi
pertumbuhan impor mencapai 9,2 % per tahun. Hal ini menunjukkan
ketergantungan yang besar terhadap impor. Data impor Indonesia
menunjukkan bahwa 95% impor merupakan barang modal dan bahan baku. Pada
Pelita I-III ekspor utama adalah minyak dan gas (migas). Pelita IV dan
seterusnya adalah non migas, terutama sumber daya alam (hutan) dan
tekstil.
Ketergantungan
pada ekspor-impor membuat perekonomian Indonesia dikategorikan sebagai
perekonomian terbuka, dimana ekpor dan impor merupakan 40% output. Untuk
dikatakan sebagai perekonomian terbuka, rasio ekpor-impor
sekurang-kurangnya harus 30%.
AS yang
merupakan negara adidaya ekonomi memiliki porsi perdagangan internasional
sekitar 20% PDB, yang secara nominal sekitar 7 kali lipat PDB Indonesia tahun
1995 atau 15 kali lipat nilai ekspor-impor Indonesia.
Mempelajari
perdagangan internasional, kita perlu mengetahui beberapa teori perdagangan
internasional, diantaranya ;
1. Merkantilisme
2. Keunggulan absolute
3. Keunggulan komparatif, dan
4. Keunggulan kompetitif
Merkantilisme. Merkantilisme adalah ajaran yang berkeyakinan bahwa perekonomian
suatu negara akan makmur jika mampu memaksimalkan surplus perdagangan
(ekspor). Masalah dari merkantilisme diantaranya pandangan bahwa
kemakmuran suatu negara diukur dari banyaknya uang (logam mulia) yang dapat
dikumpulkan. Hal ini menyebabkan surplus perdagangan yang dihasilkan
tidak menciptakan efek multiplikasi seperti yang diharapkan dari teori ekonomi
modern. Peningkatan stok logam mulia berarti meningkatnya asset yang
mengangur. Masalah lainnya misalnya bahwa merkantilisme menganjurkan
proteksi yang ketat dan pemberian hak monopoli kepada produsen domestic untuk
mengurangi impor. Namun hal ini menyebabkan rakyat terpaksa membeli
produk local dengan harga yang lebih mahal, dan dapat memanjakan produsen local
sehingga cenderung mengabaikan efisiensi dan inovasi. Proteksi (untuk
menghambat impor) yang menjadi cirri khas merkantilisme dewasa ini dilakukan
dengan cara yang lebih halus, misalnya penggunaan isyu-isyu HAM untuk menolak
masuknya barang-barang impor.
Keunggulan
Absolut. Teori keunggulan absolute adalah
perbaikan dari merkantilisme. Teori keunggulan absolute menolak proteksi
dan monopoli oleh produsen local. Teori ini menganut pasar bebas namun
mengarahkan produsen local untuk melakukan spesialisasi untuk memaksimalkan efisiensi.
Speialisasi ini berdasarkan pertimbangan keunggulan menghasilkan suatu produk
dengan biaya paling rendah (keunggulan absolute). Efisiensi dari
spesialisasi memungkinkan suatu negara menghaslkan output yang lebih banyak
dengan biaya yang sama.
Keunggulan
Komparatif. Beberapa negara memiliki keunggulan
absolute pada beberapa komoditi, beberapa negara lainnya justru tidak memiliki
satupun keunggulan absolute. AS misalnya, memiliki keunggulan absolute
terhadap Indonesia pada banyak sector, misalnya dalam produksi mobil dan
tekstil. Namun demikian, AS tetap mengimpor tekstil dari Indonesia dengan
meningkatkan ekspor mobilnya. Dalam hal produksi mobil, AS memiliki
keunggulan komparatif, meskipun harus mengimpor tekstil.
Keunggulan
Kompetitif. Keunggulan kompetitif menurut Porter adalah keunggulan suatu
ekonomi suatu bangsa yang dibangun oleh 4 keunggulan parsial, yakni :
1. Keunggulan factor produksi (SDM, SDA, iptek, capital, dan
sarana/prasarana).
2. Keunggulan factor permintaan.
3. Keunggulan factor jaringan kerja (dukungan industry terkait)
4. Keunggulan factor strategi dan komptisi internal. ()
Interaksi dengan Dunia Internasional :
Neraca Pembayaran
Neraca
Pembayaran (BOP = Balance of Payment) adalah catatan statistic tentang
transaksi ekonomi internasional yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lainnya, atau laporan rugi laba yang merupakan ringkasan
arus keluar masuk barang, jasa, dan asset-aset dalam suatu perekonomian selama
kurun waktu tertentu.
Bagian paling
penting dari neraca pembayaran adalah neraca lancar (current account)
dan neraca modal (capital account). Hal-hal lain yang merupakan
tambahan adalah neraca penyeimbang (settlement account) dan selisih perhitungan
(statistical discrepancy).
Neraca lancar. Neraca lancer merupakan bagian BOP yang memberikan gambaran ringkas
tentang transaksi barang dan jasa yang diproduksi selama periode setahun atau
kurang. Neraca lancar terbagi menjadi 3 bagian :
1. Neraca perdagangan
2. Neraca jasa
3. Neraca non balas jasa
Dalam neraca
perdagangan tercatat transaksi ekspor-impor barang-barang selama 1
periode. Suatu negara dikatakan deficit perdagangan jika nilai ekspor
lebih kcil dari nilai import, dikatakan ‘surplus’ bila kondisi sebaliknya.
Neraca jasa
mencatat ekspor-import jasa selama 1 periode. Contoh impor jasa adalah
penggunaan jasa-jasa negara lain untuk mengirim barang, kegiatan haji,
traveling, atau kegiatan lainnya. Bidang jasa tersebut misalnya jasa
transportasi, jasa hotel, jasa restoran, dan sebagainya. Ekspor
jasa sebaliknya, jika negara atau warga negara lain menggunakan jasa-jasa dalam
negeri.
Neraca jasa
juga mencatat pendapatan modal (yaitu pendapatan yang diperoleh karena memiliki
asset-aset finansial serta asset fisik di negara lain) dan pembayaran
pendapatan modal (yaitu pembayaran-pembayaran atas kepemilikan pihak asing di
dalam negeri). Seperti halnya neraca peragangan, neraca jasa dikatakan
deficit jika import jasa lebih besar daripada ekspor jasa, dan sebaliknya.
Neraca non
balas jasa mencatat transaksi-transaksi yang bukan sebagai akibat balas
jasa. Contoh : hibah yang diberikan atau diterima negara lain, transfer
uang antar negara oleh suatu keluarga untuk keperluan sekolah/kuliah.
Neraca Modal. Neraca modal adalah bagian dari BOP yang mencatat pembelian dan
penjualan asset-aset finansial seperti surat berharga, deposito perbankan, dan
investasi langsung. Neraca modal mencatat arus masuk modal dan arus
keluar modal selama periode tertentu.
Neraca modal
dibedakan menjadi
1. Neraca modal pemerintah, yang mencatat arus keluar masuk modal di sector
pemerintah,
2. Neraca modal swasta, yang mencatat arus keluar masuk modal sector swasta
(dunia usaha).
Neraca modal
disebut deficit jika arus modal masuk lebih sedikit daripada arus modal keluar
dan dikatakan surplus jika kondisi sebaliknya.
Neraca
Penyeimbang. Neraca penyeimbang merupakan
bagian dari BOP yang menjelaskan bagaimana surplus atau deficit BOP dibiayai,
atau apa yang dilakukan pemerintah, sehingga saldo neraca pembayaran = 0
(neraca lancar + neraca modal = 0). Jika neraca lancar mengalami deficit
(-) 100, maka neraca modal harus dibuat + 100 agar = 0.
Mengapa perlu
neraca penyeimbang ? Karena neraca pembayaran mempunyai konsekuensi
terhadap nilai tukar mata uang. Jika saldo neraca pembayaran
deficit, maka permintaan terhadap mata uang asing meningkat, hal ini
dapat menyebabkan melemahnya nilai tukar domestic. Jika pemerintah ingin
menjaga stabilitas nilai tukar, maka saldo neraca pembayaran harus dibuat = 0.
Kasus
sebaliknya, jika Indonesia mengalami surplus BOP. Hal ini berarti
pertambahan permintaan terhadap rupiah lebih besar. Jika
dibiarkan akan memperkuat nilai tukar rupiah tapi di sisi lain dapat
memperlemah ekspor karena harga jual komoditas Indonesia dalam mata uang
asing akan lebih mahal. Langkah yang biasa diambil pemerintah agar
terjadi keseimbangan adalah membeli mata uang asing sehinga peredaran (suplay)
mata uang asing di pasaran berkurang. Dalam BOP, tindakan pemerintah menetralisir
surplus atau deficit terlihat dalam bagian lalu lintas moneter (monetary
movement).
Selisih
Perhitungan. Dalam BOP, transaksi-transaksi
yang tidak tercatat dimasukkan ke dalam bagian selisih perhitungan, yang
istilah lainnya disebut error and omission.
CONTOH NERACA
PEMBAYARAN AMERIKA SERIKAT TAHUN 1994 (DALAM US$ MILLIAR)
NERACA
LANCAR
Ekspor
Barang
Impor
Barang
Neraca perdagangan
Ekspor
jasa
Impor jasa
Ekspor jasa netto
Penerimaan
dari investasi
Pembayaran
dari investasi
Pendapatan bersih dari investasi
Lain-lain
Keseimbangan neraca lancar
NERACA
MODAL
Perubahan asset swasta USA di luar
negeri
Perubahan asset swasta asing di
USA
Perubahan asset pemerintah
USA di luar negeri
Perubahan asset pemerintah asing
di USA
Keseimbangan neraca modal
Selisih perhitungan
Keseimbangan neraca pembayaran
|
502.7
-669.1
-166.4
195.3
-135.3
60
134.9
-150.1
-15.2
-34.1
-155.7
-130.8
275.7
5.1
38.9
188.9
-33.2
0
|
CONTOH
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA TAHUN 1996 (DALAM US$ JUTA)
NERACA
LANCAR
Neraca perdagangan
Ekspor
Impor
Neraca jasa, netto
NERACA
MODAL
Sektor pemerintah netto
Penerimaan
Penggunaan
Sektor swasta netto
Investasi asing langsung
Lain-lain
Neraca Modal + Neraca Lancar
Selisih perhitungan
Lalu lintas moneter
|
-8.804
5.129
50.493
-45.364
-13.933
11.492
-584
5.631
6.215
12.076
6.194
5.882
2.688
1.763
4.451
|
URAIAN NERACA AS.
Neraca pembayaran Amerika dan
Indonesia disusun dalam format yang berbeda namun struktur dasarnya sama.
Neraca Lancar
Pada 1994 AS mengalami deficit
neraca lancar sebesar US$ 155,7 milliar. Defisit tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
1. Defisit perdagangan US$ 166,4 miliar
yg disebabkan impor barang lebih besar daripada ekspor barang (US$ 502.7miliar).
2. Surplus neraca jasa sebesar US$ 60 miliar
karena ekspor jasa USA lebih besar daripada impornya.
3. Defisit dalam pendapatan investasi US$
15,2 miliar disebabkan jumlah penerimaan penduduk AS dari investasinya di luar
negeri sebesar US$ 134,9 miliar adalah lebih kecil daripada jumlah pendapatan
yang harus dibayarkan kepada penduduk luar negeri yang melakukan investasi di
AS.
4. Defisit penerimaan non balas jasa sebesar
US$ 34,1 miliar menunjukkan bahwa posisi AS sebagai negara pemberi
bantuan kepada negara lain.
Neraca Modal
Dalam neraca lancar AS mengalami deficit,
maka di neraca modal terjadi surplus sebesar US$ 144,9 miliar, sebab modal yang
mengalir keluar lebih kecil dari arus yang masuk.
Selisih Perhitungan
Selama 1994 ada transaksi AS yg tidak
tercatat sebesar –US$ 33,2 miliar. Hal ini kemudian dicatat sebagai
selisih perhitungan. Selisih perhitungan yang negative
menyebabkan surplus naca modal menjadi hanya US$ 111,7 miliar
(144,9-33,2).
Neraca Penyeimbang.
Defisit neraca lancar sebesar US$ 155,7 m
yang diimbangi dengan surplus neraca modal US$ 111,7 m menyebabkan BOP AS
mengalami surplus US$ 44 m. Surplus ini akan menaikkan nilai tukar
dollar tapi akan menurunkan ekspor. Surplus BOP AS ini pada saat yang bersamaan
merupakan deficit negara lain yang menyebabkan nilai tukar mata uangnya melemah
terhadap AS. Item (8) dan (9) menunjukkan apa yang dilakukan AS dan
negara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Item (8) menunjukkan AS
menjual dollar senilai US$ 5,1 m dan item (9) menunjukkan negara-negara mitra
membeli mata uang AS senilai US$ 38,1 m. Dengan demikian, poin (8) dan
(9) adalah Neraca Penyeimbang dalam BOP di atas.
URAIAN NERACA
INDONESIA.
Neraca Lancar.
Tahun 1996
Indonesia menikmati surplus perdagangan sebesar US$ 5.129 juta sebab
ekspor (US$ 50.493) lebih besar daripada impor. Namun karena deficit
neraca jasa yang sangat besar (US$ 13.933 juta) maka Indonesia mengalami
deficit neraca lancar sebesar US$ 8.804 juta.
Neraca Modal.
Surplus neraca
modal Indonesia sebesar US$ 11.492 juta. Penyebab surplus adalah aliran
modal sector swasta sebesar US$ 12.076 juta yang disebabkan aliran modal
masuk lebih besar daripada modal keluar. Modal masuk terutama
berupa investasi langsung sebesar US$ 6.194 juta sedangkan modal masuk
dalam bentuk lain adalah US$ 5.882 juta.
Selisih
Perhitungan
Defisit neraca
lancar US$ 8804 juta dan surplus neraca modal US$ 11492 juta menyebabkan
surplus neraca pembayaran sebesar US$ 2688 juta. Ada transaksi tak
tercatat sebesar US$ 1763 juta, transaksi ini masuk dalam pos selisih
perhitungan. Transaksi tak tercatat ini memperbesar surplus neraca
pembayaran menjadi US$ 4451 juta.
Neraca
Penyeimbang
Surplus neraca
pembayaran akan memperkuat nilai tukar rupiah namun akan memperkecil
ekspor. Upaya pemerintah untuk mengatasi ini terlihat dalam neraca
penyeimbang yang diberi nama ‘lalu lintas moneter’, yaitu membeli US$ sebesar
4451 juta (yang merupakan cadangan devisa). ()
Interaksi dengan Dunia Internasional :
Valuta Asing dan Nilai Tukar Mata Uang
Valuta asing (foreign
exchange) adalah mata uang negara lain dari suatu perekonomian, misalnya
Yen Jepang, Ringgit Malaysia, Bath Thailand, Dollar Amerika, dan
lain-lain. Valuta asing yang beredar atau diperdagangkan disuatu negara
atau kawasan biasanya karena negara asal mata uang asing tersebut
memiliki hubungan dagang langsung.
Permintaan
terhadap valuta asing timbul bila penduduk suatu negara membutuhkan
barang/jasa yang diproduksi negara lain. Dengan kata lain,
permintaan valuta asing meningkat bila impor meningkat. Hal-hal lain
yang mempengaruhi permintaan valuta asing adalah harga mata uang asing
tersebut, tingkat pendapatan, tingkat bunga relative, selera, dan
kebijakan pemerintah. Bila nilai tukarnya makin murah, permintaan
terhadap valuta asing akan meningkat. Selama yang berubah hanyalah nilai
tukar, kurva permintaan akan bergeser ke kanan jika makin banyak impor, dan
akan bergeser ke kiri jika impor semakin sedikit.
Dari sudut
penawaran, penawaran valuta asing meningkat bila ekspor meningkat. Selain
itu, penawaran juga akan meningkat jika arus masuk modal lebih besar dari arus
keluar modal. Kurva penawaran akan bergeser ke kanan jika ekspor
meningkat, dan akan bergeser ke kiri jika ekspor menurun. Begitu pula
jika arus modal masuk meningkat, kurva penawaran akan bergeser ke kanan dan
sebaliknya jika arus modal masuk menurun.
Mekanisme
penentuan nilai tukar ditentukan oleh interaksi kekuatan permintaan dan
penawaran.
Tidak semua
negara menentukan nilai tukar mata uangnya melalui mekanisme pasar, melainkan melalui
keputusan pemerintah (sistem kurs tetap). Keputusan pemerintah tentang
kurs ini berlaku temporer (bukan untuk selamanya), artinya pemerintah
akan membuat keputusan lagi jika dibutuhkan guna menyesuaikan kurs mata
uangnya, yaitu dengan menaikkan nilai tukar mata uang dalam negeri
(revaluasi) atau menurunkan (devaluasi). Keputusan pemerintah mengenai
revaluasi atau devaluasi ini tetap mengacu kepada harga mata uang di pasaran,
hanya saja fluktuasinya dibuat lebih lambat.
Sistem Ekonomi Indonesia :
Evolusi Pemikiran Sistem Ekonomi Pancasila
Debat tentang
sistem perekonomian Indonesia, sistem perekonomian seperti apa yang cocok
diterapkan Indonesia, telah berlangsung sejak lama sekali dan terus
berlanjut hingga saat ini. Menurut Sri Edi Swasono (1985),
pergulatan pemikiran sentang sistem perekonomian Indonesia (disebut Sistem
Ekonomi Pancasila, disingkat SEP) pada hakekatnya merupakan dinamika penafsiran
tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD 45. Pada tahun 1946 dalam
konferensi ekonomi Indonesia di Yogyakarta, Wakil Presiden, Moch.
Hatta, pernah menegaskan bahwa dasar sistem perekonomian
Indonesia adalah pasal 33 UUD 1945.
Pasal 33 UUD 45 :
(1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
(2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
(3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD 45
secara tegas menggarisbawahi sikap para pendiri negara yang menolak sistem
perekonomian Kapitalis-Liberal. Dalam kesempatan tersebut, Hatta
menegaskan bahwa dasar perekonomian yang sesuai dengan asas kekeluargaan
adalah koperasi. Sedangkan bidang-bidang yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak menurut UU No.1 /1967 tentang Penanaman
Modal adalah
1. Pelabuhan-pelabuhan
2. Produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk umum
3. Telekomunikasi
4. Pelayaran
5. Penerbangan
6. Air minum
7. Kereta api umum
8. Pembangkit tenaga atom
9. Media massa.
Pasal lain yang
merupakan rangkaian pasal 33 UUD 45 adalah
a. Pasal 23, ayat 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan
tiap-tap tahun dengan UU. Apabila DPR tidak menyetujui
aggaran yang diusulkan, pemerintah menjalankan anggaran ahun yang
lalu.
b. Pasal 27, ayat 2 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
c. Pasal 34 : Fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Evolusi
pemikiran sistem ekonomi Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Sistem
Ekonomi Pancasila (SEP) tidak lepas dari peran tokoh-tokoh begawan ekonomi
seperti Hatta, Wilopo, Widjojo Nitisastro, Soemitro Djojohadikoesoemo,
dll. Berikut di bawah ini pemikiran beberapa tokoh ekonomi :
(1)
Pemikiran Mohammad Hatta.
Bung Hatta
adalah salah seorang perumus UUD 45 tentang perekonomian, terkhusus pasal
33. Pasal 33 UUD 45 dirumuskan berdasar pada pengalaman pahit yang
dialami bangsa Indonesia selama penjajahan Belanda yang menganut
Kapitalis-Liberal. Bung Hatta berpendapat sistem perekonomian yang paling
tepat adalah Koperasi karena akan melibatkan segenap masyarakat dalam
pembangunan dengan dasar kekeluargaan.
(2)
Pemikiran Wilopo.
Wilopo
menyampaikan pandangan perekonomiannya pada pembahasan UUDS tanggal 23
September 1955 yang identik dengan pasal 33 UUD 45. Menurut Wilopo, pasal
33 UUD 45 telah sangat jelas menolak sistem capital-liberal. Karena itu,
SEP juga harus menolak sector swasta yang merupakan penggerak utama
sistem capital-liberal itu. Wilopo khawatir, sistem capital-liberal akan
mengeksploitasi kaum buruh /pegawai oleh pemilik modal.
(3)
Pemikiran Widjojo Nitisastro.
Widjojo
Nitisastro menyampaikan pandangan ekonominya pada pembahasan UUDS tahun
1955. Menurut Widjojo, UUD 45 pasal 27 tidak menolak sector swasta dalam
perekonomian Indonesia (SEP), hanya saja agar tidak terjadi eksploitasi oleh
pemilik modal seperti yang dikhawatirkan Wilopo, peran negara harus sangat
signifikan dalam memimpin perekonomian negara.
(4)
Pemikiran Mubyarto.
Menurut
Mubyarto, SEP bukan sistem kapitalis-liberal, bukan juga sosialis. Salah
satu indikatornya adalah pandangan SEP tentang manusia. Menurut sistem
capital-liberal maupun sosialis, manusia hanya dipandang sebagai mahluk
rasional yang memiliki kecendrungan memenuhi kebutuhan materi saja.
Menurut Mubyarto tentang pandangan manusia (yang sesuai SEP) adalah
mahluk yang menuntut pemenuhan keseimbangan kebutuhan jasmani dan ruhani, baik
karena dorongan rasional maupun moral.
(5)
Pemikiran Emil Salim.
Pemikiran Emil
Salim tentang SEP dikenal sebagai ‘sistem ekonomi pasar dengan
perencanaan’. Emil Salim senada dengan Mubyarto, sistim ekonomi Indonesia
adalah unik, disebut Sistem Ekonomi Pancasila, sesuai dengan ideology negara.
(6)
Pemikiran Soemitro Djojohadikoesoemo.
Soemitro
mengatakan pandangannya tentang sistem perekonomian Indonesia (SEP) di
Washington tanggal 22 Februari 1949 : sistem perekonomian yang
dicita-citakan bagsa Indonesia ialah suatu macam ekonomi campuran.
Lapangan-lapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh
pemerintah, sebagian yang lain akan tetap dijalankan sebagai usaha sector
swasta. Lingkungan usaha swasta harus tunduk pada politik
pemerintah terutama yang berkaitan dengan syarat kerja, upah dan gaji,
serta politik pegawai.
Ciri-ciri
Sistem Ekonomi Pancasila. Ciri-ciri SEP menurut
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (Pengantar Ilmu Ekonomi, 2004) sebagai
berikut :
1. Peranan negara penting dan strategis, namun tidak dominan.
2. Sistem ekonomi tidak didominasi oleh modal, tidak juga oleh buruh/pegawai,
pemilik dan buruh/pegawai adalah mitra berdasar asas kekeluargaan.
3. Masyarakat memegang peranan penting.
4. Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.
Ciri-ciri
perekonomian yang membahayakan SEP :
1. Sistem ekonomi liberal, menumbuhkan eksploitasi atau pemerasan
terhadap manusia dan bangsa lain.
2. Sistem ekonomi komando, yaitu negara beserta aparaturnya mendesak,
mematikan potensi, dan dan daya kreasi unit ekonomi swasta.
3. Persaingan tidak sehat dan monopoli. ()
Daftar Pustaka
Rahardja,
Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi –
Mikroekonomi dan Makroekonomi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta
Putong,
Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia
Indonesia. Jakarta
Sukirno,
Sardono. 1994. Pengantar Teori Makroekonomi.
RajaGrafindo Persada. Jakarta
Siamat,
Dahlan. 1995. Manajemen Lembaga Keuangan.
Intermedia Jakarta. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar